Dasar Hukum HAM di Indonesia

Pengaturan HAM dalam ketatanegaraan Republik Indonesia terdapat dalam perundang-undangan yang dijadikan acuan normatif dalam pemajuan dan perlindungan HAM. Empat hukum tertulis yang menyatakan tentang HAM.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. TAP MPR
3. UU
4. Peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti Peraturan Pemerintah, Kepres, dan lain-lain.

Penjelasan
1. UUD 1945

  1. a) Hak atas persamaan keududukan dalam hukum dan pemerintahan, Pasal 27 Ayat 1
  2. b) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, Pasal 27 Ayat 2
  3. c) Hak berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, Pasal 28
  4. d) Hak memeluk dan beribadah sesuai dengan ajaran agama, Pasal 29 Ayat 2
  5. e) Hak dalam usaha pembelaan negara, Pasal 30
  6. f) Hak mendapat pengajaran, Pasal 31
  7. g) Hak menikmati dan mengembangkan kebudayaan nasional dan daerah, Pasal 32
  8. h) Hak di bidang perekonomian, Pasal 33
  9. i) Hak fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, Pasal 34.

 

  1. Undang-Undang

 

  1. a) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
  2. b) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
  3. c) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
  4. d) UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
  5. e) UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan, Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat.
  6. f) UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat
  7. g) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
  8. h) UU Nomor 20 Tahun 1999 Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 tentang Usia Minimum Bagi Pekerja.

Sumber: http://terbeselung.blogspot.co.id/2014/11/dasar-hukum-hak-asasi-manusia-di.html

 

Pengertian Perlindungan Konsumen

Pengertian Perlindungan Konsumen di kemukakan oleh berbagai sarjana hukum salah satunya Az. Nasution, Az. Nasution mendefinisikan Perlindungan Konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan Konsumen. Adapun hukum Konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa Konsumen dalam pergaulan hidup. (AZ. Nasution, op.cit., hal. 22.)
Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi Konsumen untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya kelemahan, pada Konsumen sehingga Konsumen tidak mempunyai kedudukan yang “aman”. Oleh karena itu secara mendasar Konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal juga. Mengingat lemahnya kedudukan Konsumen pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam banyak hal misalnya dari segi ekonomi maupun pengetahuan mengingat produsen lah yang memperoduksi barang sedangkan konsumen hanya membeli produk yang telah tersedia dipasaran, maka pembahasan perlindungan Konsumen akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji ulang serta masalah perlindungan konsumen ini terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.
Perlindugan terhadap Konsumen dipandang secara materiil maupun formiil makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, maka Konsumenlah yang pada umumnya merasakan dampaknya.

Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan Konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak, untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan Konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang guna melindungi hak-hak konsumen yang sering diabaikan produsen yang hanya memikirkan keuntungan semata dan tidak terlepas untuk melindungi produsen yang jujur.

Pada era perdagangan bebas dimana arus barang dan jasa dapat masuk kesemua negara dengan bebas, maka yang seharusnya terjadi adalah persaingan yang jujur. Persaingan yang jujur adalah suatu persaingan dimana Konsumen dapat memilih barang atau jasa karena jaminan kulitas dengan harga yang wajar. Oleh karena itu pola perlindungan Konsumen perlu diarahkan pada pola kerjasama antar negara, antara semua pihak yang berkepentingan agar terciptanya suatu model perlindungan yang harmonis berdasarkan atas persaingan jujur, hal ini sangat penting tidak hanya bagi konsumen tetapi bagi produsen sendiri diantara keduanya dapat memperoleh keuntungan dengan kesetaraan posisi antara produsen dan konsumen, perlindungan terhadap konsumen sangat menjadi hal yang sangat penting di berbagai negara bahkan negara maju misalnya Amerika Serikat yang tercatat sebagai negara yang banyak memberikan sumbangan dalam masalah perlindungan konsumen. (Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen,(Bandung: Mandar Maju, 2000), hal. 33.)
Hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan Konsumen di Indonesia, yakni:Pertama, Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi Konsumen dan tentunya perlindungan Konsumen tersebut tidak pula merugikan Produsen, namun karena kedudukan konsumen yang lemah maka Pemerintah berupaya untuk memberikan perlindungan melalui peraturan perundang-undanganan yang berlaku, dan Pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap dilaksanakannya peraturan perundang-undangan tersebut oleh berbagai pihak yang terkait.

Pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah :
  1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian Konsumen untuk melindungi diri,
  2. Mengangkat harkat dan martabat Konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
  3. Meningkatkan pemberdayaan Konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai Konsumen,
  4. Menciptakan sistem perlindungan Konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
  5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan Konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
  6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan Konsumen.
Penting pula untuk mengetahui landasan perlindungan konsumen berupa azas- azas yang terkandung dalam perlindungan konsumen yakni :
  1. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan Konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan Konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
  2. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada Konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
  3. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan Konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
  4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada Konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
  5. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun Konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan Konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.  (www.Direktorat perlindungan Konsumen (direktoral jendral perdaganan dalam negeri situs perlindungan Konsumen).com diaskses pada 25 September 2011.)

Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.

Hak Kekayaan Intelektual, disingkat “HKI” atau akronim “HaKI”, digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasikan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.

Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Sistem HKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.

Disamping itu, sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.

Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia.

Secara garis besar HKI dibagi dalam 2 (dua) bagian,yaitu:

  1. Hak Cipta (copyright);
  2. Hak kekayaan industri (industrial property rights), yang mencakup:
  • Paten (patent);
  • Desain industri (industrial design);
  • Merek (trademark);
  • Penanggulangan praktek persaingan curang (repression of unfair competition);
  • Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit);
  • Rahasia dagang (trade secret).

Sumber :

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

HUKUM PERUSAHAAN

Hukum Perusahaan adalah semua peraturan hukum yang mengatur mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha.

Perusahaan adalah segala bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, terus menerus, bekerja, berada dan didirikan di wilayah Negara Indonesia dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba.

Ciri khas dari perusahaan adalah :

–   Bekerja terus menerus

–   Bersifat tetap

–   Terang-terangan

–   Mendapat keuntungan

–   Pembukuan.

Badan Usaha.

Perkumpulan :  Dalam arti luas perkumpulan yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum.

Dengan ciri-ciri sebagai berikut :

–    Adanya kepentingan terhadap sesuatu.

–    Adanya kehendak.

–    Adanya tujuan.

–    Adanya kerjasama untuk mencapai tujuan.

Dalam arti sempit misalnya perkumpulan advokat seIndonesia (asosiasinya) tidak mendapat keuntungan.

Unsur-unsur usaha yang dikatakan sebagai badan hukum :

  • o Adanya harta kekayaan yang dipisahkan
  • o Mempunyai tujuan tertentu
  • o Mempunyai kepentingan sendiri
  • o Adanya organisasi yang teratur
  • o Proses pendiriannya mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman

Perusahaan Dagang ( PD )

  • o Aturan perusahaan dagang  Keputusan dari Menperindag No. 23/MPR/KEP/1998 tentang Lembaga-lembaga Usaha Perdagangan.
  • o Pasal 1 ayat (3) tentang lembaga-lembaga usaha perdagangan, lembaga perdagangan adalah suatu instansi atau badan yang dapat membentuk perseorangan atau badan usaha.
  • o Surat izin bisa didirikan asal mendapatkan izin dari pemerintahan setempat.

Badan Usaha Milik Negara ( BUMN )

UU Nomor 19 Tahun 1969 tentang bentuk-bentuk BUMN

  1. PERJAN (Perusahaan jawatan)

–    Pabrik servis.

–    Merupakan bagian dari departemen

–    Mempunyai hubungan hukum publik.

–    Pimpinannya disebut Kepala.

–    Memperoleh fasilitas dari Negara.

–    Status pegawainya adalah Pegawai Negeri Sipil.

  1. PERUM (Perusahaan umum)

–    Makna usahanya disamping pabrik servis juga mendapatkan keuntungan.

–    Suatu berbadan hukum.

–    Bergerak dalam bidang yang penting.

–    Mempunyai nama dan kekayaan sendiri.

–    Dapat dituntut dan menuntut.

–    Dipimpin oleh Direksi.

–    Status kepegawaiannya dalam status kepegawaian Negara.

  1. PERSERO (Perusahaan perseorangan)

Yaitu perusahaan dalam bentuk perseroan terbatas yang saham-sahamnya untuk sebagian atau seluruhnya (minimal 51 %) dimiliki oleh Negara.

–    Mencari keuntungan.

–    Statusnya badan hukum

–    Hubungan dalam usaha adalah berdasarkan hukum perdata.

–    Modal dipisahkan dari kekayaan Negara

–    Dipimpin oleh seorang Direksi.

–    Peran negara adalah tonggak saham.

–    Pegawainya perusahaan.

–    Organnya terdiri dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), Direksi dan Komisaris.

Sumber Hukum Perusahaan

Sumber hukum perusahaan adalah setiap pihak yang menciptakan kaidah-kaidah mengenai hukum perusahaan, antara lain :

  • o Badan Legislatif ( UU )
  • o Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian untuk membuat kontrak
  • o Hakim yang memutus perkara yang menciptakan yurisprudensi.
  • o Masyarakat sendiri yang biasa  menciptakan kopensi (dalam bidang usaha)

Pasal 1319 KUH Perdata : yang menyatakan bahwa semua perjanjian baik bernama maupun tidak bernama tunduk pada ketentuan umum yang termuat dalam Bab ini. (Bab I)

Bab I  : Tentang perikatan pada umumnya.

Bab II : Tentang perikatan yang timbul dari perjanjian.

Pasal I KUHD : bahwa setiap undang-undang hukum perdata berlaku juga Bab perjanjian yang diatur dalam setiap undang-undang ini.

Peraturan perundang-undangan lainnya yang dibentuk oleh pemerintah :

–    UU BUMN

–    UU Kekayaan Intelektual

–    Pengangkutan di darat, air dan udara.

–    Ketentuan mengenai perasuransian.

–    Perkoperasian

–    Pasar modal

–    Perseroan Terbatas, dsb.

Kontrak Perusahaan.

1. Kontrak perusahaan merupakan sumber pertama kewajiban serta hak serta tanggung jawab para pihak.

2. Asas kebiasaan berkontrak yaitu pasal 1338 ayat (1) Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

3. Dalam kontrak perusahaan sering melibatkan pihak ketiga dalam hal penyerahan barang (perusahaan ekspedisi), pergudangan, asuransi.

4. Dalam Yurisprudensi  kewajiban dan hak yang telah ditetapkan oleh hakim di pandang dengan dasar yang adil untuk menyelesaikan sengketa dan hak para pihak

Misalnya yurisprudensi  :

–    Jual beli

–    Putusan perkara merk Nomor /341/PK PDT/1986

–    Srnopi dan Stok Nomor 1272/1984

Kebiasaan

Merupakan sumber hukum yang dapat diikuti oleh para pengusaha.

Kriteria kebiasaan yang di pakai sebagai sumber hukum bagi pengusaha :

–    Perbuatan yang bersifat keperdataan

–    Mengenai kewajiban dan hak yang seharusnya di penuhi.

–    Tidak bertentangan dengan UU dan kepatutan

–    Diterima oleh para pihak secara sukarela karena dianggap hal yang lebih dan patut.

–    Menuju akibat hukum yang dikehendaki oleh para pihak.

Perjanjian Baku yaitu dimana salah satu pihak telah menuangkan perjanjian tersebut didalam format formulir.

PP Nomor 27 Tahun 1978 pasal (3)

Pengambilalihan adalah perbuatan hukum atau badan hukum atau orang perorangan untuk mengambil alih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.

Akuisisi = Pengambilalihan (take over)

–    UU Nomor 1 Tahun 1995 : PT

–    UU Nomor 7 Tahun 1992 : Perbankan

–    PP Nomor 27 Tahun 1978 pasal (3)

UU Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (pasal 103-105)

Wewenang untuk mengakuisisi adalah RRPS

Jeni-jenis Akuisisi :

Ditinjau dari segi kekuasaan perseroan

  • Akuisisi Internal yaitu akuisisi terhadap perseoan dalam kelompok atau group sendiri.
  • Akuisisi Eksternal yaitu akuisisi terhadap perseroan luar atau group sendiri atau terhadap perseroan dari kelompok lain.

Ditinjau dari segi keberadaan perseoan

  • Akuisisi pinansial yaitu akusisi terhadap beberapa perseroan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pinansial memperbaiki kondisi perseroan-perseroan terakuisisi.
  • Akusisi strategis yaitu akuisisi engan tujuan untuk menciptakan sinergi berdasarkan pertimbangan angka panjang.

–          Akuisisi Horizontal yaitu akuisisi perseroan yang memiliki produk dan jasa  yang sejenis atau pesaing yang memiliki daerah kekuasaan yang sama dengan tujuan untuk memperluas pasar.

–          Akuisisi Vertical yaitu akuisisi terhadap beberapa perseroan yang memiliki produk atau ketentuan sejenis dengan tujuan untuk mengurangi mata rantai dari hulu sampai ke hilir.

–          Akuisisi Komkomerasi yaitu akuisisi bebrapa perseroan yang tidak mempunyai kaitan bisnis secara langsung dengan bisnis perseroan pengakuisisi dengan tujuan membentuk komlomerasi yag lebih besar.

Keuntungan Akuisisi

–          Kelangsungan hidup perseroan terjamin karena makin kuat.

–          Pengaruh persaingan dapat dikurangi

–          Kedudukan atau keuangan erseroan bertambah kuat

–          Arus barang ke pasaran terjamin.

–          Perseroan yang rugi menjadi stabiii kerugiannya.

–          Kualitas atau mutu barang dapat di tingkatkan.

Kerugian Akuisisi

  • Pemegang saham royalitas makin terdesak oleh pemegang saham mayoritas
  • Secara diam-diam akuisisi cenderung menuju pada pusat penguasaan ekonomi pada pusat penguasan tertentu dalam bentuk monopoli.
  • Pemasukan pendapatan Negara disektor pajak akan berkurang karena daftar laba rugi menunjukan angka rendah bagi bayar pajaknya.
  • Perseroan mengakuisisi dapat menguasai pasar dengan bebas sehingga menjadi pemegang monopoli dan dalam hal ini sulit di awali karena belum ada undang  undang anti monopoli.

Akuisisi Bank

Diatur dalam PP Nomor 28 tahun 1999 dan Perbankan UU Nomor 10 tahun 1998

Dalam pasal 1 angka 4 : akuisisi pangambil alihan kepemilikan suatu bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap bank.

Syarat Akuisisi Bank

Mendapat izin dari Bank Indonesia (penting) karena Bank Indonesia sebagai pusat yang bertanggung jawab terhadap bank-bank yang ada di Indonesia.

Tujuan Akuisisi Bank

–          Dapat mendorong kinerja bank dan system kinerja nasional

–          Tidak menimbulkan permusuhan kekuatan ekonomi pada suku cadang atau dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.

–          Tidak merugikan nasabah bank

Akuisisi

Akuisisi adalah tindakan pengambil alihan saham perusahaan secara sebagian atau secara keseluruhan guna menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan.

Jadi bisa dikatakan,akuisisi bisa merupakan suatu langkah spekulasi dari suatu perusahaan dalam menyelamatkan perusahaanya dari suatu kebangkrutan,mengapa akuisisi bisa dikatakan sebagai suatu langkah spekulasi,karena tak jarang suatu perusahaan yang bangkrut dan memilih akuisisi sebagai penyelamatan akhirnya peran serta perusahaan setelah akuisisi menjadi kian menipis karena kebijakan pengakuisisi menjadi kebijakan yang paling dominan.

Merger

Akuisisi sebagai suatu pilihan dalam penyelamatan  perusahaan tidak selalu merupakan hal yang absurd karena akusisi itu sendiri memiliki kekurangan tersendiri,katakanlah suatu perusahaan selamat dari kebangkrutan karena memilih akusisisi akan tetapi di sisi lain pesan serta perusahaan yang di akuisisi malah terpojok dengan kebijakan sang akuisitor.

Pada merger cenderung bagaimana manajemen kedua perusahaan dapat menstabilkan setiap kebijakan karena dalam hal ini terjadi suatu penggabungan dua persuahaan menajadi satu perusahaan karena berbagai factor salah satunya,salah satu perusahaan mengalami kemunduran usaha.

Pada dasarnya merger adalah suatu keputusan untuk mengkombinasikan atau menggabungkan dua atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan baru. Dalam konteks bisnis, merger adalah suatu transaksi yang menggabungkan beberapa unit ekonomi menjadi satu unit ekonomi yang baru. Proses merger umumnya memakan waktu yang cukup lama, karena masing-masing pihak perlu melakukan negosiasi, baik terhadap aspek-aspek permodalan maupun aspek manajemen, sumber daya manusia serta aspek hukum dari perusahaan yang baru tersebut. Oleh karena itu, penggabungan usaha tersebut dilakukan secara drastis yang dikenal dengan akuisisi atau pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan lain.

Dilihat dari motifnya, perusahaan-perusahaan  melakukan merger sebenarnya didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan dalam rangka memenangkan persaingan dalam bisnis yang semakin kompetitif. Cost saving dapat dicapai karena dua atau lebih perusahaan yang memiliki kekuatan berbeda melakukan penggabungan, sehingga mereka dapat meningkatkan nilai perusahaan secara bersama-sama.Merger juga dimaksudkan untuk menghindarkan perusahaan dari bangkrut, dimana kondisi salah satu atau kedua perusahaan yang ingin bergabung sedang dalam ancaman bangkrut. Penyebabnya bisa karena missmanagement atau karena faktor-faktor lain seperti kehilangan pasar, keusangan teknologi dan/atau kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Melalui merger, kedua perusahaan tersebut akan bersama menciptakan strategi baru untuk menghindari risiko bangkrut.

Alasan dan Tujuan penggabungan dan peleburan.

–    Memperbesar jumlah modal

–    Menyamakan jalur distribusi

–    Memperbesar sinergi perusahaan

–    Mengurangi persaingan

Tujuan :

–    Kepentingan perseroan

–    Harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha

–    Memperhatikan kepentingan kreditur

HUKUM KELUARGA DAN WARIS

HUKUM KELUARGA DAN WARIS

—  Pengertian perkawinan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, secara jelas dituangkan dalam Pasal 1 yang berbunyi :

                “Ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

—  Sudah sangatlah jelas dari bunyi pasal yang dikemukakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin, bukan hanya ikatan lahirnya semata ataupun sebaliknya yaitu ikatan bathin saja.

—  Melainkan kedua-duanya sehingga kehidupan dalam keluarga yang telah dijalin dengan adanya ikatan suci perkawinan yang menjadi sistem yaitu satu-kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan  sehingga saling melengkapi diantara keduanya.

—  Misalkan dalam hubungan perkawinan hanya ada ikatan lahir saja yaitu suami hanya memberikan nafkah semata kepada istri atau anak-anaknya, tanpa memberikan kebutuhan batin kepada isteri dan anak-anakya yaitu kepada isteri lazimnya hubungan suami-isteri dan kepada anak-anaknya memberikan kasih sayang lazimnya seorang ayah memberikan kasih sayang kepada anaknya.

—  Begitupun sebaliknya suami hanya memberikan kebutuhan batin saja tanpa memberikan kebutuhan lahir itu akan menimbulkan permasalahan yang cukup besar yang dimungkinkan perkawinan tersebut akan berakhir dengan kata cerai/perpisahan.

—  Ikatan lahir dalam perkawinan  merupakan hubungan formil yang sifatnya nyata, baik bagi yang mengikatkan dirinya maupun bagi orang lain atau masyarakat. Ikatan lahir  ini terjadi dengan adanya upacara perkawinan yakni akad nikah bagi yang beragama Islam.

—  Sebagai ikatan bathin, perkawinan merupakan pertalian jiwa yang terjalin karena adanya kemauan yang sama dan ikhlas antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami isteri. Dalam tahap permulaan, ikatan bathin ini tercermin dari adanya kerukunan suami isteri yang bersangkutan.

—  Setelah adanya ikatan lahir dan bathin dalam perkawinan yang bertujuan membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal.  Tanpa mengurangi landasan idiil perkawinan yang diatur dalam Pasal 1 UU No.1 Tahun 1974 yakni membentuk “keluarga bahagia dan kekal” dan tercantum dalam Pasal 3 KHI yang mengandung ruh Islam yakni “sakinah, mawadah, dan rahmah”

—  Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPdt) atau  Burgerlijk Wet Boek (BW) :

‘’Perbuatan-perbuatan hukum serta akibat-akibatnya antara dua pihak, yaitu seorang laki-laki dan seorang wanita dengan maksud hidup bersama untuk waktu yang lama menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam undang-undang”.

—  Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (B.W) yaitu merupakan suatu perbuatan hukum dan akibat-akibatnya antara dua pihak. Artinya perkawinan adalah merupakan suatu perbuatan hukum dan akan mengakibatkan suatu akibat hukum antara kedua belah pihak yaitu calon mempelai laki-laki dan calon mempelai wanita.

—  Yang dimana mempunyai tujuan untuk hidup bersama dalam waktu yang lama, artinya tidak ada batas waktu yang ditentukan   dalam perkawinan tersebut sama halnya dengan istilah kawin kontrak. Dan perkawinan tersebut adanya suatu peraturan yang mengaturnya sesuai undang-undang  yang berlaku.

—  Hukum Islam :

“Suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga, yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah SWT

Artinya perkawinan merupakan perikatan yang suci yang dilaksanakan dengan disaksikan Allah SWT, kyai yang mengawinkanya, keluarga besar dari pihak isteri dan kedua mempelai laki-laki dengan disaksikan oleh tokoh agama yang ditunjuk oleh kedua mempelai tersebut.

—  apabila janji suci perkawinan tersebut baik salah satu maupun kedua belah pihak mengingkari janji yang telah diucapkan artinya keluar dari pengertian beserta tujuan dari pengertian yang diuraikan menurut hukum Islam.

—  Yang mempunyai tujuan mewujudkan kebahagian hidup keluarga, yang diliputi rasa ketentraman dan kasih sayang. Artinya setelah adanya perikatan suci dalam perkawinan yang akan mewujudkan kehidupan keluarga yang bahagia sesuai dengan ajaran Allah dan rasul-Nya.

—  Selain itu juga, perkawinan dalam Islam mempunyai tujuan yaitu memperluas dan mempererat hubungan kekeluargaan, serta membangun masa depan individu, keluarga dan masyarakat yang lebih baik

—  Dari ketiga pengertian menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Burgerlijk Wet Boek (B.W) dan Islam mengenai perkawinan, sudah cukup jelas apa itu yang dimaksud perkawinan.

—  Yang dimana mempunyai inti dan tujuan yang sama, yaitu perkawinan merupakan suatu ikatan antara laki-laki dan perempuan yang hidup bersama dalam waktu yang lama dan mempuyai tujuan perkawinan yaitu kekal dan bahagia, sakinah, mawaddah dan rahman (dalam Islam).

·      Adapun dalam Undang-undang perkawinan telah mengariskan beberapa asas atau prinsip perkawinan, yakni          :

  1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
  2. Bahwa suatu perkawinan adalah sah bila dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya, disamping harus dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Asas monogami, yakni seorang suami beristerikan satu orang, kecuali jika dibenarkan oleh hukum agama dan Undang-undang untuk berpoligami (berisi lebih dari seorang). Untuk berpoligami diperlukan izin dari isteri-isteri yang sudah ada dengan keputusan pengadilan. (Lihat bab “Poligami dan Hukumnya”)
  1. Bahwa calon suami-isteri harus telah masak jiwa raganya, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian, disamping dapat memperoleh keturunan yang baik dan sehat jasmani serta rohani. Untuk itu, Undang-undang menetapkan batas minimal usia kawin 19 tahun bagi laki-laki, dan 16 tahun bagi perempuan. (Lihat bab “Usia ideal Perkawinan”).
  2. Karena tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang berbahagia, kekal dan sejahtera, maka Undang-undang perkawinan menganut asas/prinsip mempersulit terjadinya perceraian. Perceraian terjadi karena alasan-alasan yang kuat serta dilakukan di depan sidang pengadilan.
  3. Hak dan kedudukan suami-isteri seimbang, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga segala sesuatu yang menyangkut kepentingan keluarga dapat diputuskan  bersama oleh suami dan isteri

·        Adapun untuk jelasnya ada pasal yang membolehkan untuk poligami, yakni Pasal 3 ayat (2) yang berbunyi :

                “Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan”.

Seorang suami yang ingin beristeri lebih dari seorang tentunya harus mempuyai alasan yang cukup kuat, Sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) yang berbunyi :

                “Pengadilan dimaksud dalam ayat 1 pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila :

  1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri;
  2. Isteri mendapat cacat badan dan penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
  3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan”.
  • Setelah memenuhi syarat yang dimungkinkan seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang tentunya harus memenuhi syarat sesuai yang telah ditetapkan dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, adapaun syarat yang dimaksud  tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi :

                “untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  1. Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
  2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
  3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka”.
  • Syarat-syarat  perkawinan
  • Syarat-syarat perkawinan pasal 6 sampai pasal 12 UU No 1 Tahun 1974 :
  1. Syarat materiil ( Pasal 6 sampai dengan pasal 11 UU 1/1974 )
  2. Syarat formal ( Pasal 12 UU 1/1974 )
  • Syarat Materiil :
  1. Perkawinan harus berdasarkan atas persetujuan kedua calon suami isteri (Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Perkawinan)
  2. Seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapatkan izin dari kedua orang tuanya (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Perkawinan)
  3. Perkawinan diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun (Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Perkawinan)
  4. Seseorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin kecuali memenuhi syarat  Pasal 3 ayat 2 ( Poligami)
  5. Apabila suami istri bercerai sebanyak 2 kali tidak boleh kawin dulu dengan bekas suami /istri tersebut.
  1. Bagi wanita yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu (Pasal 11 Undang-undang Perkawinan), yaitu ;

a)      Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 hari.

b)      Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih berdatang bulan ditetapkan 3 kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari, bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 hari.

c)       Apabila perkawinan putus, sedang janda dalam keadaan hamil, maka waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

d)      Apabila perkawinan putus karena perceraian, sedangkan antara janda dan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin, maka tidak ada masa tunggu.

  • Syarat formal :
  • Syarat-syarat formal dari formalitas-formalitas yang mendahului perkawinan. Syarat-syarat tersebut terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu ;
  1. Pemberitahuan kepada Pegawai Pencatat Perkawinan.
  2. Penelitian syarat-syarat perkawinan dilakukan setelah ada pemberitahuan akan perkawinan oleh Pagawai Pencatat Perkawinan. Penelitian syarat-syarat perkawinan memeriksa apakah syarat perkawinan sudah terpenuhi atau belum dan ada halangan perkawinan menurut Undang-undang.
  3. Pengumuman tentang pemberitahuan untuk melangsungkan perkawinan. Tujuan diadakan pengumuman ini, yaitu untuk memberi kesempatan kapada umum untuk mengetahui dan mengajukan keberatan-keberatan terhadap dilangsungkanya perkawinan. Pengumuman tersebut ditanda tangani oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, yang memuat tentang kapan dan dimana perkawinan itu dilangsungkan.
  • Larangan Perkawinan ( Pasal 8 UU 1/1974 ) :
  • Perkawinan dilarang antara dua orang yang :

a.       Berhubungan darah dalam garis keturunan ke atas atau ke bawah.

b.      Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, yaitu antara saudara, antara saudara dengan saudara, antara seseorang dengan saudara orang tua dan seseorang dengan saudara neneknya.

c.       Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu-bapak tiri.

d.      Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, bibi susuan.

e.      Berhubungan saudara dengan isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari 1 (satu) orang.

f.        Mempunyai hubungan yang agamanya atau peraturan lain yang berlaku sekarang .

  • Rukun perkawinan dalam islam :

Adapun rukun dalam perkawinan yang harus dipenuhi, tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)  Pasal 14, yang berbunyi ;

“Untuk melaksanakan perkawinan harus ada :

  1. Calon suami,
  2. Calon isteri,
  3. Wali nikah,
  4. Dua orang saksi, dan
  5. Ijab dan kabul.”
  • SYARAT MENJADI WALI :

1)    Beragama Islam.

2)    Baligh.

3)    Berakal sehat.

4)    Laki-laki.

5)    Adil (beragama dengan baik).

  • Pembagian wali untuk perkawinan itu terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu:

1.       Wali Nasab

2.       Wali Hakim

3.       Wali Muhakkam

Seorang suami yang ingin beristeri lebih dari seorang tentunya harus mempuyai alasan yang cukup kuat, Sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) yang berbunyi :

                “Pengadilan dimaksud dalam ayat 1 pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila :

  1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri;
  2. Isteri mendapat cacat badan dan penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
  3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan”.

Setelah memenuhi syarat yang dimungkinkan seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang tentunya harus memenuhi syarat sesuai yang telah ditetapkan dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, adapaun syarat yang dimaksud  tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi :

                “untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  1. Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
  2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
  3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka”.

—  Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan harus memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat Perkawinan. Bagi yang beragama Islam adalah Pegawai Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk, sedangkan bagi yang bukan beragama Islam ialah Kantor Catatan Sipil atau Instansi/Penjabat yang membantunya

—  Maksud dari pengumuman ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada umum untuk mengetahui dan mengajukan keberatan-keberatan bagi dilangsungkanya suatu perkawinan apabila diketahui bertentangan dengan hukum agama, kepercayaan yang bersangkutan atau bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku

Tujuan Pencatatan

—  untuk memenuhi dokemen/administrasi dalam masalah perkawinan, mempunyai kepastian dan kekutan hukum yang tetap, diakuinya oleh negara perkawinan dan anak yang dihasilkan,  memudahkan apabila terjadi akibat hukum dari perkawinan seperti ; hak serta kewajiban anak dan pembagian harta warisan.

—  Pencatatan perkawinan bagi mempelai laki-laki dan mempelai perempuan yang beragama Islam yakni di Kator Urusan Agama (KUA), sedang bagi yang beragama Non-Islam yakni di Kantor Catatan Sipil.

Batalnya Perkawinan

—  Perihal yang membatalkan perkawinan dalam Undang-undang No.1 tahun 1974 diatur pada pasal 22 s/d 28, yang lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 pada pasal 37 dan 38.  Pasal 22 Undang-undang No. 1 tahun 1974 mengatakan ;

                “Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan”.

—  Pihak-pihak yang berhak untuk melakukan pembatalan perkawinan sesuai dengan Pasal 23 UU No. 1 tahun 1974, yang berbunyi :

“Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu :

  1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau isteri;
  2. Suami atau isteri;
  3. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;

—  Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) pasal 16 Undang-undang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.

—  Sedangkan Pencegahan perkawinan diatur dalam UU No. 1 tahun 1974, hanya ada penambahan penegasan berupa pencegahan atas alasan “perbedaan agama” tidak menyangkut ini sebagai alasan pencegahan ;

  1. Pencegahan perkawinan bertujuan untuk menghindari perkawinan yang dilarang islam.
  2. Kemudian pasal 61 menegaskan, salah satu alasan pencegahan yang dibenarkan hukum ialah karena perbedaan agama atau Ikhtilaafuddien.

Putusnya perkawinan, menurut Pasal 38 Undang-undang No. 1 tahun 1974 adalah ;

                “Perkawinan putus karena ;

  1. Kematian
  2. Perceraian
  3. Keputusan pengadilan.”

1. Kematian

  • Putusnya perkawinan karena kematian adalah putusnya perkawinan karenan kematian salah satu pihak (suami atau isteri).
  • Maka sejak kematian salah satu pihak itulah putusnya perkawinan terjadi dengan sendirinya. Dengan adanya kematian, maka timbul suatu akibat hukum yakni adanya harta waris yang ditinggal oleh si mati.
  • Harta Waris/Peninggalan ialah harta sisa setelah diambil untuk mencukupkan keperluan penyelenggaraan jenazah, sejak dari memandikan sampai memakamkan, kemudian untuk melunasi utang-utangnya, kemudian untuk melaksanakan wasiatnya, dalam batas sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga) dari sisa harta setelah diambil untuk biaya penyelenggaraan jenazah dan melunasi utang-utangnya

2. Perceraian

  • Putusnya perkawinan karena perceraian adalah putusnya perkawinan karena dinyatakan talak oleh seorang suami terhadap isterinya yang perkawinannya dilakukan menurut agama Islam.
  • Putusnya perkawinan karena perceraian ini dapat juga disebut cerai talak. Lembaga cerai talak ini hanya diperuntukan bagi suami yang beragama Islam yang perkawinannya dilakukan menurut agama Islam yang ingin mencerai isterinya (Penjelasan pasal 14 Peraturan Pemerintah No.9 Tahun1975)

3. Atas Putusan Pengadilan

  • Putusnya perkawinan atas putusan pengadilan adalah putusnya perkawinan karenan gugatan perceraianisteri terhadap suaminya yang melangsungkan perkawinan menurut agama islam atau karena gugatan perceraian suami atau isetri yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaannya bukan islam, gugatan perceraian tersebut dikabulkan Pengadilan dengan suatu keputusan.
  • Putusnya perkawinan karena putusan pengadilan disebut juga dengan istilah cerai gugat, justru karena Undang-undang Perkawinan dan Peraturan Pelaksananya menyebutkan bahwa perceraian ini dengan gugatan.

Suami yang mengeluarkan talak, tentunya mempunyai alasan-alasan  sehingga suami melakukan talak kepada isterinya. Disebutkan pada Pasal 39 ayat (2) Undang-undang No. 1 tahun 1974 yang sama isinya dengan PP. No. 9 tahun 1975 yaitu ;

1)      Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya yang sukar diembuhkan.

2)      Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain di luar dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuanya;

3)      Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang berat setelah perkawinan berlangsung;

4)      Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganaiyaan berat yang membahayakan terhadap pihak lain;

5)      Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri/suami;

6)      Antara suami dan isteri terus-menerus tejadi perselisihan atau pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Macam-macam Perceraian/Talak

Talak/Perceraian dalam Islam terbagi menjadi 2 (dua) macam yakni;

1)      Talak Suuni

  • Talak Sunni adalah talak yang dijatuhkan suami kepada isteri pada saat isteri dalam keadaan suci (tidak haid), dan selama suci itu belum dikumpuli.

2)      Talak Bid’i

  • Talak Bid’i adalah talak yang dijatuhkan suami kepada isteri yang dalam masa haid atau dalam keadaan suci tetapi sudah dikumpuli A. Zuhdi Muhdlor. Memahami Hukum Perkawinan. Al-Bayan.
  • Pada dasarnya talak hanya dapat dijatuhkan sampai tiga kali. Talak satu dan dua masih membuka peluang bagi mantan suami-isteri itu untuk rujuk (kembali) lagi sebelum habis masa iddahnya, atau menikah lagi jika telah habis masa iddahnya. Sesuai dengan firman Allah SWT surat Al-Baqarah  ayat 229 yang berbunyi :

                “Talak yang dapat dirujuki dua kali. Setelah boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik (QS. Al-Baqarah:229)

  • Dari firman Allah SWT di atas dapat dikelompokan bentuk-bentuk talak sebagai berikut ;

1.    Talak Raj’i

2.    Talak Ba’in Shugra

3.    Talak Ba’in Kubra

1)      Talak Raj’i

  • Talak raj’i adalah talak satu dan dua tanpa adanya penebus talak (iwadl) dari isteri untuk suami, di mana dalam masa iddah suami dapat merujuk kembali kepada isterinya tanpa akad.

2)      Talak Ba’in Shugra

  • Talak ba’in shugra adalah talak satu, dua, baik dijatuhkan sekaligus maupun berturut-turut, disertai dengan iwadl dari isteri untuk suami dimana suami masih dapat kembali dengan isterinya dengan akad baru
  • Ada tiga macam Talak Ba’in Shugra, yaitu ;

a.    Talak yang terjadi qabla dukhuli (sebelum berhubungan seksual);

b.    Talak dengan tebusan atau khuluk.

c.     Talak yang dijatuhkan Pengadilan Agama

3)      Talak Ba’in Kubra

  • Talak ba’in kubra adalah talak tiga kali, baik dijatuhkan sekaligus atau berturut-turut, dimana seorang suami tidak dapat menikah lagi dengan mantan isterinya  kecuali mantan isterinya tersebut telah kawin lagi dengan laki-laki lain kemudian bercerai setelah melakukan hubungan kelamin, dan telah habis pula masa iddahnya

Perkawinan Campuran dalam peraturan perundang-undangan.

1. Menurut Staatblad 1896 N0. 158.

Pengertian Perkawinan Campuran Masa Pemerintahan Kolonial Beslit Kerajaan

29 Desember 1896 No. 23 Staatsblad 1896/158 (Regeling op de gemengde

huwelijken”, selanjutnya disingkat GHR) memberi defenisi sebagai berikut:

Perkawinan dari orang-orang yang di Indonesia berada di bawah hukum yang

berlainan ( Pasal 1 ). Menurut Pasal 1 GHR tersebut, maka yang masuk dalam

lingkup perkawinan campuran yaitu:

a. Perkawinan campuran internasional, yaitu antara warganegara dan orang asiny,

antara orang-orang asing dengan hukum berlainan, dan perkawinan yang

dilangsungkan di luar negeri.

b. Perkawinan campuran antar tempat, misalnya seperti perkawinan antara

seorang Batak dengan perempuan Sunda seorang pria Jawa dengan wanita

Lampung, antara orang Arab dari Sumbawa dan Arab dari Medan dan

sebagainya yang disebabkan karena perbedaan tempat.

c. Perkawinan campuran antar golongan (intergentiel). Adanya perkawinan

campuran antar golongan adalah disebabkan adanya pembagian golongan

penduduk oleh Pemerintah Kolonial kepada 3 (tiga) golongan yaitu: (1)

Golongan Eropa; (2) Golongan Timur Asing; (3) Golongan Bumi Putera

(penduduk asli) sehingga perkawinan yang dilakukan antar mereka yang

berbeda golongan disebut perkawinan campuran antar golongan

d. Perkawinan Campuran Antar Agama

Perkawinan bagi mereka yang berlainan agama disebut pula perkawinan

campuran.

Menurut Undang-Undang No 1 tahun 1974.

a. Pengertian Perkawinan Campuran ialah perkawinan antara dua orang yang di

Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan

kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. (pasal

57)

Berdasarkan pasal 57 yang dimaksud perkawinan campuran adalah:

1). Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang lain

2) Perkawinan karena perbedaan kewarganegaraan.

3). Perkawinan karena salah satu pihak berkewar ganegaraan Indonesia

            Selanjutnya Pasal 26 UU No.12 Tahun 2006, mengatur bahwa. PerempuanWarga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga Negara Asingkehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum Negaraasal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaar suami sebagaiakibat perkawinan tersebut. Laki-laki warga Negara Indonesia yang kawindengan perempuan warga Negara Asing kehilangan kewarganegaraan RepublikIndonesia jika menurut hukum Negara asal istrinya, kewarganegaraan suamimengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut. Jika ingintetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada pejabat atau perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-laki tersebut.

            Berdasarkan ketentuan tersebut, maka kita perlu merujuk pada ketentuan Undang-Undang kewarganegaraan RI yang berlaku saat ini yaitu UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (“UU Kewarganegaraan”). Mengenai status kewarganegaraan dalam perkawinan campuran, hal tersebut diatur di dalam Pasal 26 UU Kewarganegaraan,

            Sedangkan berdasarkan UU No. 12 tahun 2006, maka seorang anak yang dilahirkan berdasarkan perkawinan campuran – dengan tidak memandang apakah ayah atau ibunya yang warga negara asing – dengan demikian anak tersebut dapat memiliki kewarganegaraan ganda. Namun pada saat berusia 18 tahun atau sudah kawin, anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.

            Sedangkan yang berkaitan dengan harta kekayaan, hal itu sangat bergantung kepada sah atau tidaknya perkawinan campuran itu sendiri.Dalam hal perkawinan campuran dianggap sah berdasarkan UU No. 1 tahun 1974, maka pembagian harta kekayaan (bila terjadi perceraian) akan dilakukan berdasarkan UU No. 1 tahun 1974 itu sendiri
_________________________________________________________________________________

HUKUM WARIS MENURUT HUKUM PERDATA BARAT

§  BUKU II BAB 12 DAN 16

§  Pasal 830 s.d 1130 KUHPerdata

Ps. 163 IS Stb. 1925 No.447 PENDUDUK DIBAGI MENJADI 3 GOL

1.       Gol Eropa dan yg dipersamakan, Misal Jepang

2.       Golongan Timur Asing yg terdiri dari :

a.   Gol Timur Asing Tionghoa

b.  Gol Timur Asing bukan Tionghoa misal Arab, India dsb.

c.    Gol Bumiputera (Gol Pribumi)

Ps. 131 IS yg menetapkan hkm mana yg berlaku bagi ketiga gol tsb

  1. Bagi Gol Eropa dan dipersamakan, berlaku Hukum Barat, Misal BW, WVK dan peraturan lain yg khusus diberlakukan baginya;
  2. Bagi Gol Timur Asing :

a.       Gol Timur Asing Tionghoa, berlaku Hk Barat dg beberapa pengecualian, (Stb. N0. 556/1924;

b.      Gol Timur Asing Bukan Tionghoa, diberlakukan Hk Adat negara asalnya

  1. Gol Bumi Putera, Hk Adatnya masing masing

Stb 1927 N0. 12 ttg UU Penundukan diri

Dengan adanya UU ini  Orang BumiPutera dimungkinkan kpdnya menundukan diri kepada HK Barat (BW/WVK) baik untuk seluruhnya, sebagian, terhadap sesuatu perbuatan ttt atau secara diam-diam. Apabila hal ini terjadi maka  kpdnya diberlakukan Hk Barat

PENGERTIAN WARISAN MRT WIRJONO PRODJODIKORO

Warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.

MRT SUBEKTI MEWARIS ADALAH

MENGGANTIKAN HAK DAN KEWAJIBAN SESEORANG YANG MENINGGAL. HAK DAN KEWAJIBAN DISINI ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DLM BIDANG HUKUM KEKAYAAN ARTINYA HAK DAN KEWAJIBAN YG DPT DINILAI DG UANG. DLM KUHPERDATA HAK DAN KEWAJIBAN TSB DIATUR DLM BUKU II DAN BUKU III

Pilto

“Hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antar mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga”.

PADA UMUMNYA PARA PENULIS HK SEPENDAPAT BAHWA :

HK WARIS MERUPAKAN PERANGKAT KAIDAH YANG MENGATUR TENTANG CARA ATAU PROSES PERALIHAN HARTA KEKAYAAN DARI PEWARIS KEPADA AHLI WARIS ATAU PARA AHLI WARIS

HK WARIS DLM KUHPERDATA DIATUR DLM BUKU II

  1. KRN Hukum Waris adalah hk yg mengatur tentang harta benda dari orang yg sdh meninggal ( mrpkn Hak Kebendaan dr orang yg meninggal dunia)
  2. Pewarisan mrpkn salah satu cara untuk memperoleh hak milik, selain perlekatan, pemilikan dan daluwarsa . (Ps. 584 KUHPerdata).

TIGA UNSUR YG ADA DALAM PENGERTIAN WARISAN

  1. Seorang peninggal warisan (erflater), yg pd wafatnya meninggalkan kekayaan
  2. Seorang atau beberapa orang ahli waris (erfgenaam), yg berhak menerima kekayaan yg ditinggalkan.
  3. Harta warisan(nalatenschap), yaitu ujud kekayaan yg ditinggalkan.

Unsur ke 1 menimbulkan persoalan:

Bagaimana dan sampai dimana hubungan seorang peninggal warisan dengan kekayaannya dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan, dimana si peninggal warisan berada

Unsur ke 2 menimbulkan persoalan:

Bagaimana dan sampai dimana harus ada tali kekeluargaan antara peninggal warisan dan ahli waris, agar kekayaan si peninggal warisan dan ahli waris bersama-sama berada.

Unsur ke 3 menimbulkan persoalan:

Bagaimana dan sampai dimana ujud kekayaan yang beralih itu, dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan, dimana si peninggal warisan dan si ahliwaris bersama-sama berada.

SALAH SATU ASAS DLM HK WARIS ADALAH SAISIN

TERDAPAT DLM PS. 833 KUHPERDATA yg berbunyi sekalian ahli waris dengan sendirinya demi hukum memperoleh hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang dari si meninggal. Jadi begitu seorang meninggal, maka pada detik itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kpd para warisnya sehingga tdk ada satu detikpun kekosongan..

PS. 834 KUHPERDATA DIKENAL DG NAMA HEREDITATIS PETITIO ADALAH

HAK SETIAP WARIS UNTUK MENUNTUT DARI ORANG YG TANPA HAK MENGUASAI BARANG WARISAN, SUPAYA BARANG ITU DISERAHKAN KEPADANYA (HAK MENUNTUT)

 SALAH SATU ASAS YG PENTING Yaitu PASAL 836 KUHPERDATA

Bahwa seorang waris hrs dg mengingat ketentuan Ps. 2 KUHPerdata sdh ada pada saat pewaris meninggal.

Ps 2 KUHPerdata mengatakan bahwa anak yg ada dlm kandungan ibunya dianggap sdh dilahirkan, bilamana kepentingan si  anak itu menghendakinya, tetapi apabila ia mati sewaktu dilahirkan, ia dianggap tdk pernah ada.

Sifat warisan

Sifat warisan dalam suatu masyarakat tertentu adalah berhubungan erat dengan sifat kekeluargaan serta pengaruhnya pada kekayaan dalam masyarakat itu

Hub sifat kekeluargaan dan sifat warisan Artinya :

Sifat dari kekeluargaan tertentu menentukan batas-batas, yang berada dalam tiga unsur dari soal warisan yaitu unsur peninggal warisan, unsur ahli waris dan unsur harta warisan

3 MACAM GOL SIFAT KEKELUARGAAN

1.       Sifat kebapakan (patriarchaat varderrechtelijk)

2.       Sifat keibuan (matriarchaat, moederrechtelijk)

3.       Sifat kebapak-ibuan(parental, onderrechtelijk)

Dalam kekeluargaan yg bersifat kebapakan

Seorang isteri oleh krnperkawinannya adalah dilepaskan dr hubungan kekeluargaan dg orang tuanya, nenek moyangnya, saudaranya sekandung, sdrnya sepupu dll seanak keluarganya.

sejak perkawinan si isteri masuk dlm kekeluargaan suaminya. (Perkawinan jujur). Terdapat di Batak ,Gayo, Alas, Ambon Irian, Timor dan Bali.

Kekeluargaan yg bersifat keibuan

Setelah perkawinan si suami berdiam di rumah si isteri atau keluarganya. Si suami sendiri tdk masuk keluarga si isteri, tetapi anak2 keturunannya dianggap kepunyaan ibunya sajadan si ayah pd hakekatnya tdk punya kekuassaan terhadap anak-anaknya.

Kekeluargaan yg bersifat keibu bapakan 

Pada hakekatnya tiada perbedaan antara suami dan isteri perihal kedudukannya dalam keluarga masing-masing.

HK WARIS SBG SALAH  SATU BIDANG HUKUM YG BERSIFAT NON NETRAL ARTINYA

HUKUM WARIS MERUPAKAN SALAH SATU BIDANG HUKUM YANG DIPENGARUHI OLEH CORAK BUDAYA, AGAMA, SOSIAL DAN ADAT ISTIADAT SERTA SISTEM KEKELUARGAAN DALAM MASYARAKAT INDONESIA.

JADI AKIBATNYA HK WARIS YG BERLAKU  DI INDONESIA DEWASA INI MASIH BERGANTUNG PD HK WARIS MANA YG BERLAKU BAGI YG MENINGGAL DUNIA.

Sistem kekeluargaan

Hk Waris erat hubungannya dengan Hk Keluarga, maka perlu kita mengerti sistem kekeluargaan yang dianut dalam Hukum Perdata (BW)

Sistem kekeluargaan yg dianut oleh Hukum Perdata (BW) ini adalah sistem kekeluargaan bilateral atau parental. Dlm sistem ini keturunan dilacak dari pihak suami maupun dr pihak Isteri

SISTEM KEWARISAN YANG DIANUT DALAM HUKUM PERDATA( BW) ADALAH:

SISTEM INDIVIDUAL.

Pada sistem ini, prinsipnya harta warisan harus dibagi-bagi pemilikannya di antara para ahli waris yang ada dan sah. Kedudukan anak laki-laki maupun perempuan sama-sama sebagai ahli waris.

HARTA WARISAN MENURUT HK PERDATA (BW)

a.       TIDAK DIKENAL BARANG BAWAANYAITU BARANG YG DIBAWA OLEH SUAMI ATAU ISTERI PD SAAT PERKAWINAN DILANGSUNGKAN.

b.      TIDAK MENGENAL HARTA GONO GINI ATAU BARANG PENCAHARIAN BERSAMA SUAMI ISTERI SELAMA PERKAWINAN. PENGECUALIAN DARI SEMUA INI HANYA DAPAT DILAKUKAN DG PERJANJIAN KAWIN.

c.       SEJAK DILANGSUNGKAN PERKAWINAN,MK TERJADIKLAH PERSATUAN BULAT ANTARA KEKAYAAN SUAMI DAN KEKAYAAN ISTERI DG TDK MEMANDANG SIAPA ASALNYA YANG MEMILIKI HARTA ITU (PS. 119)

BERDASARKAN PRINSIP  BW

BARANG WARISAN ITU TDK HANYA BERUPA HARTA BENDA SAJA , TETAPI JUGA HAK –HAK DAN KEWAJIBAN YG DAPAT DINILAI DENGAN UANG.

TERHADAP KETENTUAN TSB ADA BEBERAPA  KEWAJIBAN2 DLM LAPANGAN HARTA KEKAYAAN YG TDK DPT BERALIH KEPADA PARA AHLI WARIS. ANTARA LAIN :

1.       Hak memungut hasil (vruchtgebruik).

2.       Perjanjian perburuhan, dg pekerjaan yg harus dilakukan bersifat pribadi.

3.       Perjanjian perkongsian dagang, baik yg berbentuk maatschap mrt BW maupun firma mrt WVK, sebab perkongsian ini berakhir dg meninggalnya salah seorang anggota/pesero

Beberapa hak yg walaupun terletak dlm lapangan hk keluarga, tetapi dpt diwariskan kpd ahli waris yaitu

  1. Hak seorang ayah untuk menyangkal sahnya seorang anak
  2. Hak seorang anak untuk menuntut supaya ia dinyatakan sebagai anak sah dari bapak atau ibunya.

CARA MEMPEROLEH HARTA WARISAN

a.       BERDASARKAN KETENTUAN UU ATAU WETTELIJK ERFRECHT ATAU ABINTESTATO YI AHLI WARIS YG MENDAPATKAN BAGIAN WARISAN KRN HUBUNGAN KEKELUARGAAN YG BERDASARKAN PADA TURUNAN;

b.      TESTAMENT ATAU WASIAT ATAU TESTAMENTAIR ERFRECHT, YAITU SEORANG AHLI WARIS YG MENDAPATKAN BAGIAN HARTA WARISAN KRN DITUNJUK ATAU DITETAPKAN DALAM SUATU WASIAT

AB-INTESTATO ADALAH AHLI WARIS MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG

* Anak keluarga dr yg meninggal dunia (mrk yg saling mempunyai hubungan darah). Ini dibagi 4 golongan:

AHLI WARIS  GOLONGAN PERTAMA INI TERDIRI DARI :

1. Anak dan sekalian keturunannya.

Mereka ini tdk dibedakan jenis kelamin, waktu kelahiran dan perkawinan yg pertama atau yg kedua(Ps 852). Bagian mereka sama, Kpl demi kpl sama rata dan mengenal sistem pergantian

2. ISTERI/SUAMI (PS. 852 A)

l  Bagian suami/Isteri ini terdapat perbedaan yg didasarkan pada waktu dilangsungkannya perk. Yaitu sbb:

l  A. Bagian ISTERI/SUAMI DR PERK PERTAMA, adalah seperti bagian anak, kecuali isteri hamil atau suami dr perk kedua;

l  B. Bagian Isteri/suami dlm perk yg kedua, adalah max ¼ (seperempat) dr harta warisan atau tdk boleh melebihi bagian anak yg terkecil apabila dr perk yg pertama terdapat anak dr si meninggal.

3. ANAK LUAR KAWIN

l  Dalam UU diatur secara khusus, dlm arti berbeda dg bagian warisan seorang anak sah. ( dibahas tersendiri)

AHLI WARIS GOL II

1. Bapak dan /atau Ibu si meninggal. Mrt Ps. 854, sbb:

a.       Ayah dan Ibu masing2 mendapat 1/3 (sepertiga)bagian dr harta warisan jika hanya ada satu saudara si mati

b.      Ayah dan Ibu masing2 mendapat 1/4 (seperempat) bagian dr harta warisan jika ada lebih dr satu saudara si mati

MRT PASAL 855 APABILA AYAH ATAU IBU(salah satu telah meninggal) bagiannya sbb:

A. ½ bagian dr harta warisan, jika hanya ada satu saudara

B. 1/3 bagian dr harta warisan jika ada dua saudara;

C. ¼ bagian dari harta warisan jika ada lebih dari dua saudara.

2. Saudara

Sdr disini dibedakan sdr kandung dg sdr seayah atau seibu tetapi lain ayah atau lain ibu. Bagiannya sbb:

A. Sdr Kandung (Ps. 856)

i.          Seluruh harta warisan, apabila ahli waris lainnya tak ada;

ii.          Sisa harta warisan, setelah harta warisan  dikurangi bagian ayah dan/atau Ibu (854 dan 855)

iii.          Diantara sesama saudara kandung, harta warisan dibagi sama rata.

B. Saudara se ayah atau se Ibu tetapi lain ayah atau ibu (Ps 857) bgian sdr:

Ahli waris seayah dan seibu, mendapat bagiab daru dua pancer;

Ahli waris yg hanya seayah atau seibu, mendapat bagian hanya dari satu pancer;

Apabila semininggal tdk meinggalkan ayah atau ibu, tetapai ia meninggalkan saudara seayah atau seibu, maka mereka hanya mendapat bagian dr satu arah, yi dr grs ayah saja atau garis ibu saja

JADI APABILA ORANG YG MENINGGAL ITU TIDAK MENINGGALKAN AYAH ATAU IBU TDK MENINGGALKAN SAUDARA DR AYAH ATAU IBU YG BERLAINAN, MAKA HARTA WARISAN DIPECAH MENJADI DUA. Sebagian untuk sdr yg seayah dan sebagian lagi untuk saudara yang seibu.

AHLI WARIS GOLONGAN III TERDIRI DARI :

a.    KAKEK DAN NENEK dan seterusnya dlm garis lurus keatas dr pihak ayah dan ibu simeninggal.

b.    Ahli waris GolIII baru tampil menerima warisan apabila ahli waris dr gol I dan II tdk ada.

BAGIAN WARISAN AHLI WARIS GOL III sbb:

A.   ½ bagian dr harta warisan, diberikan kpa kakek dan nenek dan seterusnya ke atas, dr pihak ayah;

B.    ½ bagian dari harta warisan, diberikan kpd kakek dan nenek dan seterusnya ke atas, dari pihak ibu.

Cttn : di dlm hk waris siapa yg derajatnya paling dekat dg yg si menggal, mk ialah yg lebih berhak dr derajat yg lebih jauh.

AHLI WARIS GOLONGAN KE IV INI TERDIRI DARI :

Keluarga sedarah dr garis menyamping yg dibatasi sampai derajat keenam, baik dr pihak ayah maupun dari pihak ibu.

Ahli waris golongan ke iv baru tampil apabila tidak ada ahli waris gol ke III

BAGIAH WARISAN AHLI WARIS GOL IV SBB:

A.   Harta warisan dipecah menjadi dua, sebagian diberikan kpd keluarga dr pihak ayah dan sebagian lagi diberikan kpd keluarga dr pihak ibu;

B.    Apabila pd satu belahan , tidak ada lagi ahli warisnya sampai derajat ke enam, maka bagian belahan ini diberikan kpd belahan yg lain ( Ps 861);

C.    Apabila belahan yg lain jg tdk ada ahli warisnyamaka jatuh pd anak luar kawin (873)

D.   Apabila tdk ada anak luar kawin maka harta warisan jatuh kpd Negara( Ps. 832)

AHLI WARIS DERAJAT KE TUJUH APAKAH BISA TAMPIL SBG AHLI WARIS?

AHLI WARIS DALAM DERAJAT KETUJUH HANYA DAPAT MUNCUL MENJADI AHLI WARIS, APABILA BERSAMA-SAMA DG AHLI WARIS DARI DERAJAT KEENAM ( PAMAN DAN BIBI) , Ps 845 KUHPerdata

b. MEWARIS SECARA TESTAMENTER adalah Ahli waris karena ditunjuk dalam surat wasiat

DALAM HAL INI PEMILIK KEKAYAAN MEMBUAT WASIAT DIMANA PARA AHLI WARISNYA DITUNJUK DALAM WASIAT ITU.

PENGERTIAN ANAK LUAR KAWIN ADALAH

ANAK YG LAHIR DILUAR IKATAN PERKAWINAN YG SAH ANTARA AYAH DAN IBU YG MELAHIRKANNYA.

GOLONGAN ANAK LUAR KAWIN DARI SEGI HUKUM DPT KITA GOLONGKAN KEDALAM DUA GOLONGAN YAITU

1. GOL anak luar kawin yg tidak dapat diakui yaitu

A. anak yg lahir dr hubungan zina;

B. anak sumbang

2. Gol anak luar kawin yg dapat diakui adalah anak yg dilahirkan dr hubungan anatara laki2 dan perempuan dimana keduanya tdk terikat dlm status perkawinan

BAGIAN WARISAN ANAK LUAR KAWIN

1. 1/3 dari bagian seandainya ia anak sah (Pasal 863). Hal ini dg catatan, apabila ia mewaris bersama2 dg anak sah atau seorang isteri dr si meninggal.

2. ½ dr seluruh harta warisan(Ps 863 (2) dg catatan apabila ia mewaris bersama2 dg keluarga grs lurus ke atas dan saudara2 si meninggal………….(lht hal 14)

ORANG-ORANG YG TDK PATUT MENERIMA WARISAN (PS. 838 BW)

1.       Orang yg dg putusan Hakim telah dihukum krn dipersalahkan telah membunuh atau telah mencoba membunuh pewaris.

2.       Orang yg menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan surat wasiat atau dg memakai kekerasan atau ancaman telah menghalang-halangi si pewaris untuk membuat surat wasiat mrt kehendaknya

3.       Orang yg krn putusan Hakim telah terbukti, bahwa ia telah memfitnahkan orang yg meninggal dunia dlm perkara berbuat kejahatan yg diancam dg hukuman 5 th atau lebih

Mrk yg tdk boleh mencari keuntungan berhubung jabatannya

a.       Notaris serta saksi-saksi dlm pembuatan testamen itu

b.      Pendeta atau dokter-dokter yg melayani dan merawat si pewaris selama sakitnya yg terakhir

WASIAT adalah

SUATU PERNYATAAN DARI SESEORANG TENTANG APA YANG DIKEHENDAKI SETELAH IA MENINGGAL DUNIA , DIMANA ISINYA TDK BOLEH BERTENTANGAN DG UU( Ps. 875 KUHPerdta)dan biasanya isi drpd wasiat adalah suatu “erstelling”penunjukan seseorang atau beberapa orang menjadi ahli waris

LEGAAT suatu pemberian kepd seorang yg dpt berupa

1)    Satu atau beberapa benda tertentu

2)    Seluruh benda dari satu macam atau jenis mis seluruh benda yg bergerak;

3)    Hak “vruchtgebruik”atas sebagian atau seluruh warisan;

4)    Suatu hak lain terhadap boedel, mis hak untuk membeli satu atau beberapa benda ttt dar boedel.

LEGATARIS adalah penerima legaat

a.    Ia hanya mempunyai hak penuntutan penyerahan benda atau pelaksanaan hak yg diberikan kpdnya dari sekalian ahli waris. Dg perkataan lain suatu legaat memberikan suatu penuntutan terhadap boedel.

b.    Adakalanya legataris yg menerima beberapa benda diwajibkan memberikan salah satu kpd orang lain yg ditunjuk dlm testament dan pemberian suatu benda yg harus ditagih dr seorang legataris ini disebut sub legaat.

WARISAN MRT HK ISLAM YAITU

SEJUMLAH HARTA BENDA SERTA SEGALA HAK DR YG MENINGGAL DUNIA DALAM KEADAAN BERSIH, ARTINYA HARTA PENINGGALAN YG AKAN DIWARISI OLEH PARA AHLI WARIS ADALAH SEJUMLAH HARTA BENDA SERTA SGL HAK “SETELAH DIKURANGI DG PEMBAYARAN HUTANG2 PEWARIS DAN PEMBAYARAN2 LAIN YG DIAKIBATKAN OLEH WAFATNYA SI PENINGGAL WARISAN

SISTEM KEWARISAN ISLAM ADALAH SISTEM INDIVIDUAL BILATERAL

HAL TERSEBUT DIKEMUKAKAN Hazairin ATAS DASAR AYAT2 KEWARISAN DLM ALQURAN DLM AYAT 7,8,11,12,33 DAN AYAT 176 SRT AN NISAA ( Q.S IV)

GOLONGAN AHLI WARIS DI DALAM ISLAM ADA 3 GOLONGAN YAITU :

a.    AHLI WARIS MENURUT ALQUR’AN ATAU YG SUDAH DITENTUKAN DI DLM ALQUR’AN DISEBUT DZUL FARAA’IDH.

b.    AHLI WARIS YG DITARIK DR GARIS AYAH, DISEBUT ASABAH.

c.     AHLI WARIS MRT GARIS IBU, DISEBUT DZUL ARHAAM

 

BURUH DAN TENAGA KERJA

Buruh, pekerja, worker, laborer, tenaga kerja atau karyawan pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainya kepada Pemberi Kerja atau pengusaha atau majikan.
Buruh adalah mereka yang berkerja pada usaha perorangan dan di berikan imbalan kerja secara harian maupun borongan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, baik lisan maupun tertulis, yang biasanya imbalan kerja tersebut diberikan secara harian.
Pada dasarnya, buruh, Pekerja, Tenaga Kerja maupun karyawan adalah sama. Namun dalam kultur Indonesia, “Buruh” berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. sedangkan pekerja, Tenaga kerja dan Karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tapi otak dalam melakukan kerja. akan tetapi pada intinya sebenarnya keempat kata ini sama mempunyai arti satu yaitu Pekerja. Hal ini terutama merujuk pada Undang-undang Ketenagakerjaan, yang berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia.
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. (Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Bab I Pasal 1 ayat 2).
Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan masyarakat pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan masyarakat tersebut adalah kesejahteraan rakyat termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan harus di jamin haknya, diatur kewajibannya dan dikembangkan daya gunanya. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04/MEN/1994 pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan yang belum wajib mengikuti program jaminan social tenaga kerja karena adanya pentahapan kepesertaan.

Beberapa pengertian Tenaga Kerja/ Buruh menurut para ahli, yaitu :
EENG AHMAN & EPI INDRIANI bahwa Tenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja jika ada permintaan kerja.
ALAM. S bahwa Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun keatas untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia. Sedangkan di negara-negara maju, tenaga kerja adalah penduduk yang berumur antara 15 hingga 64 tahun.
SUPARMOKO & ICUK RANGGABAWONO, Tenaga kerja adalah penduduk yang telah memasuki usia kerja dan memiliki pekerjaan, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain seperti sekolah, kuliah dan mengurus rumah tangga.
SJAMSUL ARIFIN, DIAN EDIANA RAE, CHARLES, JOSEPH Tenaga kerja adalah merupakan faktor produksi yang bersifat homogen dalam suatu negara, namun bersifat heterogen (tidak identik) antar negara.
Buruh, Pekerja, Tenaga Kerja atau Karyawan pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainya kepada Pemberi Kerja atau Pengusaha atau majikan.
Buruh dibagi atas 2 klasifikasi besar, yaitu:

 

  1. Buruh profesional – biasa disebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak dalam bekerja,
  2. Buruh kasar – biasa disebut buruh kerah biru, menggunakan tenaga otot dalam bekerja.

 

Menurut www.artikata.com buruh adalah orang yg bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah; pekerja. Secara teori, dalam kontek kepentingan, didalam suatu perusahaan terdapat 2 (dua) kelompok yaitu, kelompok pemilik modal (owner) dankelompok buruh, yaitu orang-orang yang diperintah dan dipekerjanan yang berfungsi sebagai salah satu komponen dalam proses produksi. Dalam teori Karl Marx tentangnilai lebih, disebutkan bahwa kelompok yang memiliki dan menikmati nilai lebih disebutsebagai majikan dan kelompok yang terlibat dalam proses penciptaan nilai lebih itudisebut Buruh.
Buruh berbeda dengan pekerja. Pengertian pekerja lebih menunjuk pada prosesdan bersifat mandiri. Bisa saja pekerja itu bekerja untuk dirinya dan menggaji dirinyasendiri pula. Contoh pekerja ini antara lain Petani, nelayan, dokter yang dalam prosesnya pekerja memperoleh nilai tambah dari proses penciptaan nilai tambah yang mereka buatsendiri. Istilah tenaga kerja di populerkan oleh pemerintah orde baru, untuk menggantikata buruh yang mereka anggap kekiri-kirian dan radikal.
Sumber :

 

1.        Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 TentangKetenagakerjaan Bab I Pasal 1 ayat 2.
2.        www.artikata.com